Assalamualaikum warohmatullohi wabarokaatuh

Salah seorang Ulama Besar Yang mendapat Julukan sebagai
Guru Semua Ulama Jawa barat. Beliau adalah ayahanda
dari Al-Habib Abdurrahman bin Syech Al-Atthos, Pengasuh
Pesantren Al-Masyhad, Sukabumi Jabar.

Silahka dibaca …. semoga bermanfaat
Sekilas Al Habib Syekh Bin Salim Al Atthas ( Sukabumi )
Habib Syekh bin Salim Al-Athas lahir di Huraidhah,
Hadramaut, Yaman, pada hari jum’at bulan Safar, 1311 H,
tumbuh dewasa dalam lingkungan keluarga Ba ‘Alawi yang
sangat religius. Masa pendidikannya dimulai dari
ayahandanya sendiri, habib salim bin Umar bin Syekh Al-Athas
( wafat 1956 ). Sewaktu menginjak usia tujuh tahun,
beliau berguru kepada Habib Abdullah bin Alwi Al-Athas,
ulama yang lahir di Cirebon, kemudian menetap
di huraidhah, dan mendirikan Masjid Ba ‘Alawi, beberapa
waktu setelah kembali dari Haidrabad, India.

Habib Syekh bin Salim Al-Athas berguru kepada
Habib Abdullah bin Alwi Al-Athas sepanjang siang
dan malam, kecuali pada hari Jum’at di masjid Ba ‘Alawi.
Di masjid itu pulalah beliau tinggal. Beliau juga memperoleh
bimbingan dalam berbagai hal, terutama hal-hal yang
berkaitan dengan kemuliaan pribadi. Beliau juga
mempelajari beberapa ilmu Qiraat, seni membaca Al-Qur’an,
di bawah bimbingan Syekh Sa’id bin Sabbah, yang
sangat piawai dalam Qira’at Al-Qur’an. Pada usia 12 tahun
beliau telah hafal Al-Qur’an secara sempurna.

Ada kisah menarik tentang kepiawaiannya membaca
Al-Qur’an, sebagaimana pernah beliau tunjukkan
dalam suatu perayaan khatam Al-Qur’an yang dihadiri
berbagai tokoh Alawiyin an para ulama besar.
Di antara mereka terdapat Al-‘Allamah Al-‘Arifbillah Ahmad
bin Hasan Al-Athas, ulama yang menguasai 10 jenis qira’at,
yang kemudian menjadi guru utamanya.

Sebagai orang yang haus ilmu, beliau berguru kepada
beberapa ulama di berbagai tempat. Hampir semua
cabang pengetahuan agama dipelajarinya dengan tekun.
Beliau banyak menimba berbagai ilmu ushul dan furu’
( pokok-pokok dan cabang pengetahuan islam )
kepada Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas. Selain itu,
beliau juga menuntut berbagai cabang ilmu pengetahuan
agama di Mekkah dibawah bimbingan Sayyid Ahmad Zaini
Dahlan, seorang Mufti Mazhab Syafi’I.

Bukan hanya belajar, Habib Syekh bin Salim juga
gemar berdiskusi. Beliau sering menghadiri berbagai majelis
bimbingan dan pengajaran agama di bawah pimpinan
Habib Ahmad bin Hasan Al-Athas. Ulama yang sangat
terkenal dengan suara dan lagunya ketika membaca
Al-Qur’an.
Adapun Ulama – ulama yang mengajar agama dan
tasawuf kepada Habib Syekh bin Salim, antara lain :

+ Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al-Aththas
( penyusun kitab Sabilul Muhtadin )
+ Habib Muhammad bin Salim bin Abu Bakar
bin Abdullah bin Thalib Al-Aththas.
Ulama-ulama inilah yang bertindak sebagai Syekh Fathu
( pembimbing ilmu fiqih dan tarekat ) bagi Habib syekh
bin Salim yang sekaligus juga mengkaji beberapa kitab,
seperti Al-Bahjah, Al-Irsyad dan Al- Minhaj. Beberapa
guru Habib Syekh bin Salim yang lain :
+ Habib Muhammad bin Alwi bin Syekh Al-Aththas.
+ Habib Ahmad bin Abdurrahman As-Saqqaf.
+ Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri.
+ Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab.
+ Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki
( Mufti Al-Haramain Makkah )
+ Habib Muhammad bin Hadi Assaqqaf dari Seiyun,
Hadramaut.

Sebagai ulama tulen, beliau bertekad untuk berdakwah
ke berbagai penjuru dunia. Pada tahun 1338 H / 1920 M,
ketika usianya 27 tahun, Habib Syekh bin Salim
berkunjung ke Indonesia, langsung menuju Tegal,
Jawa tengah. Disana beliau menjalin silaturrahmi
dengan para ulama, sesepuh dan pembesar setempat.
Ketika itu di Indonesia sudah banyak tokoh Alawiyyin
yang sudah bermukim.

Beberapa diantaranya, Habib Ahmad bin Abdullah bin
Thalib Al-Aththas ( Pekalongan ), Habib Abdullah
bin Muhsin Al-Aththas ( Bogor ), Habib Muhammad bin
Ahmad Al-Muhdhar ( Bondowoso ), Habib Abu Bakar
bin Muhammad Assaqqaf ( Gresik ), Habib Alwi bin
muhammad bin Thahir Al-Haddad ( Bogor ), Habib Ali
bin Abdurrahman Al-Habsyi ( Kwitang, Jakarta ) dan
Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid ( Tanggul, Jember ).

Kedatangan Habib syekh bin Salim Al-Athas menambah
semarak perjuangan dan dakwah islam di Indonesia.
Beliau menjalin silaturrahmi dengan para ulama
tanah air, seperti Prof.Dr. Buya Hamka ( Jakarta ),
KH.Hasyim Asy’ari ( Jombang ), KH.Ahmad Sanusi
( Sukabumi ) KH.Bisri Syamsuri ( Jombang ),
KH.Ahmad Dahlan ( Jogja ), Prof. Syafi’i Abdul Karim
( Surabaya ), Prof. Hasbie Ash-Shiddiqy ( Jogjakarta ),
Dr.Shaleh Su’aedi ( Jakarta ), Sayyid Abu Bakar bin
Abdullah bin Muhsin Al-Aththas ( Jakarta ),
Sayyid Abdullah bin Salim Al-Aththas ( Jakarta ),
Sayyid Alwi bin Abu Bakar bin Yahya ( Solo ),
sayyid Idrus bin Umar Al-Masyhur ( Surabaya ),
Sayyid Umar Asseqqaf ( Semarang ) dan
Sayyid Ahmad bin Ghalib Abu Bakar ( Surabaya ).

Mencermati perjuangan kaum muslimin Indonesia saat
itu tak bisa lain bagi Habib Syekh bin Salim kecuali ikut
berjuang melawan penjajah Belanda. Tak ayal,
gerak-geriknya pun selalu diincar oleh kaum kafir
kolonialis itu. Untuk menghindari intel Belanda,
beliau menempuh taktik cukup jitu, yaitu berdakwah
ambil berniaga. Maka mulailah beliau berjalan kaki
keluar masuk kampung menyelusuri Tegal dan sekitarnya.
Di kota Bahari inilah beliau menikah dengan seorang
putri dari keluarga bangsawan Tegal, Raden Ali.
Dan sejak itu di Tegal beliau sangat disegani oleh
berbagai lapisan masyarakat.

Dalam kapasitasnya sebagai ulama dan pemimpin
masyarakat, Habib Syekh bin salim berusaha mendorong
dan menggalang kebersamaan dan kerukunan di
antara kaum muslimin dalam bingkai roh kemanusiaan.
Beliau juga mengajarkan kitab-kitab klasik yang
memuat pokok-pokok dan cabang pengetahuan agama,
baik ubudiah ( peribadatan ) maupun muamalah
( kemasyarakatan ). Dalam waktu yang relatif singkat
beliau mampu menjalin pergaulan dan persahabatan
dengan para ulama dan sesepuh di pelbagai daerah.
Beliau bahkan sempat pula berpartisipasi dalam kancah
politik meski dalam waktu yang singkat. Dalam setiap diskusi
diskusi, beliau tidak pernah menangkis wacana kaum
moderat yang mencuat di tengah masyarakat multi etnik
dan kultur- tanpa argumentasi kuat. Beliau senantiasa
mencetuskan pemikiran-pemikiran konstruktif, mengonsolidasi
segala aspirasi dan perbedaan antar golongan dengan
konsep jalan tengah penuh hikmat demi kemaslahatan
bersama.

Acapkali beliau menjawab berbagai persoalan dengan
kalimat bijak dan sederhana, selaras dengan firman Allah swt,
seperti, “Serulah mereka ke jalan tuhanmu dengan
hikmah dan anjuran baik”. Juga pesan Rasulullah saw,
seperti, “Gembirakanlah dan janganlah buat mereka lari.
Permudahlah urusan mereka dan janganlah dipersulit”.

Habib Syekh bin salim Al-Aththas memang sempat
tinggal di Sukabumi. Beliau bahkan dikenal sebagai Mujahid
( Pejuang ) kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak 1942,
bersama K.H. Ahmad Sanusi ( Sukabumi ) dan para tokoh
pejuang lainnya, beliau berjuang melawaqn kolonialis
Belanda. Keberadaan beliau di Sukabumi sempat
membuat tatanan masyarakat di kota itu jadi lain.
Beliau menjadi sandaran bagi umat yang tengah
menghadapi berbagai problem hidup. Beliau juga sempat
duduk sebagai Rais Mustasyar ( Ketua dewan Pertimbangan ),
disamping membantu pembangunan dan kemajuan
beberapa Pondok Pesantren di berbagai daerah Sukabumi.
sebagai panutan masyarakat, Habib Syekh bin Salim
memiliki Ahlak yang luhur dan dermawan, terutama
terhadap masyarakat lemah dan miskin. Beliau juga sangat
menghormati dan memuliakan ulama dan orang-orang saleh,
hingga rumah beliau menjadi ma’wa ( tempat tujuan )
dan persinggahan para tamu dari berbagai lapisan,
dari dalam dan luar negeri, khususnya dari Timur tengah,
lebih khusus lagi dari Yaman.

Habib Syekh bin Salim Al-Aththas wafat pada hari sabtu,
25 Rajab 1398 H / 1 Juli 1978 M, dalam usia 86 tahun,
dikebumikan di Masjid Jami’ Tipar, Sukabumi.
Tokoh dan Ulama yang melakukan Takziah ( melayat ).
Antara lain : Habib Abdullah bin Husein Asy-Syami Al-Aththas
dan Habib Hasan bin Abdullah Asy-Syatiry-yang bertindak
sebagai Imam dalam shalat jenazah.